Holianto
Beberapa waktu yang lalu saya ada pelayanan untuk Youth di
daerah Tangerang. Saya naik bis jurusan Tangerang pada siang
harinya untuk menuju rumah kakak saya terlebih dulu karena
pelayanan tersebut akan berlangsung sore hari. Di dalam bis
yang penuh sesak tersebut, masuk pula seorang pengamen cilik
usia sekitar 7-8 tahun dengan berbekal kecrekan sederhana
mungkin dari tutup botol).

Berbekal alat musik sederhana tersebut, dia nyanyikan lagu
“Yesus ajaib, Tuhanku ajaib....” (~ a song by Ir. Niko, red.)
Dan kata-kata tersebut diulang terus menerus. Hampir seluruh
penumpang bis memarahi anak tersebut, “Diam kamu! Jangan nyanyi
lagu itu lagi. Kalau kamu nggak diam, nanti saya pukul kamu!”

Tapi ternyata anak tersebut tidak menanggapi kemarahan mereka
dan dengan berani terus menyanyikan lagu tersebut. Saya dalam
hati berkata, “Tuhan, anak ini luar biasa. Kalau saya, belum
tentu saya bisa/berani melakukan hal tersebut”. Karena bis akan
melanjutkan perjalanan menuju tol berikutnya, di pintu tol
menuju Serpong (kalau tidak salah), hampir 3/4 penumpang turun
dari bis tersebut. Termasuk saya dan pengamen cilik tersebut.
Anak kecil itu didorong hingga akhirnya jatuh. Kemudian dia
bangkit lagi. Tapi dia didorong oleh massa hingga terjatuh lagi.
Semua penumpang bis mengerumuni anak itu. Saya masih ada di situ
dengan tujuan jika kemudian anak tsb akan ditempeleng atau dihajar
saya akan berusaha untuk menariknya lari menjauhi mereka.

Seluruh kerumunan itu baik pria maupun wanita menjadi marah,
“Sudah dibilang jangan nyanyi masih nyanyi terus! Kamu mau saya pukul?”
dst, dst. Anak kecil itu hanya terdiam. Setelah amarah mereka mulai
mereda, anak kecil itu baru berbicara, “Bapak-bapak, Ibu-Ibu jika
mau pukul saya, pukul saja. Kalau mau bunuh, bunuh saja. Tapi yang
Bapak dan Ibu perlu tahu, walaupun saya dipukul atau dibunuh saya
tetap akan menyanyikan lagu tersebut.” Seluruh kerumunan menjadi
terdiam sepertinya mulut mereka terkunci. Kemudian dia
melanjutkan,“Sudahlah... . Bapak, Ibu tidak perlu marah-marah
lagi. Sini.. saya doakan saja Bapak-Ibu.”

Dan apa yang terjadi, seluruh kerumunan itu didoakan satu per satu
oleh anak ini. Banyak yang tiba-tiba menangis dan akhirnya mau
menerima Tuhan. Saya yang sedari tadi menyaksikan hal tersebut,
kemudian pergi meninggalkan kerumunan tsb. Saya melanjutkan naik
mikrolet. Jalanan macet krn kejadian tersebut hingga mikrolet melaju
dengan sangat lambat. Sopir mikroletnya bertanya, “Ada apa sih Pak?
Koq banyak kerumunan?” Saya jawab “O.... Itu ada banyak orang
didoakan oleh anak kecil.”

Di saat mikrolet melaju dengan sangat pelan, tiba-tiba anak kecil
pengamen itu naik mikrolet yang sama dengan saya. Saya kemudian
bertanya, “Dik, kamu nggak takut dengan orang-orang itu?”

Jawabnya, “Buat apa saya takut? Roh yang ada dalam diri saya lebih
besar dari roh apapun di dunia ini”, tuturnya mengutip ayat Firman
Tuhan. Lanjutnya, “Bapak mau saya doakan?”

Saya terperanjat, “Kamu mau doakan saya?”

Jawabnya, “Ya kalau Bapak mau.”

Saya menjawab, “Baiklah. Kamu boleh doakan saya.”

Doanya, “Tuhan berkati Bapak ini. Berkati dan urapi Bapak ini
jika sore nanti dia akan ada pelayanan Youth.”

Sampai di situ, saya tidak bisa menahan air mata yang deras
mengalir. Saya tidak peduli lagi dengan penumpang lain yang
mungkin menonton kejadian tersebut. Yang saya tahu bahwa Tuhan
sendiri yang berbicara pada anak ini, dari mana dia tahu saya
akan ada pelayanan Youth sore ini.

Kesaksian ditutup sampai di situ dan dengan satu kesimpulan, jika
kita mau, Tuhan bisa pakai kita lebih lagi. Bukan kemampuan tapi
kemauan yang Tuhan kehendaki.

~ kesaksian oleh Pdt. Wisnu
Tuhan memberkati.
Label: edit post
0 Responses